2
“Menurut lo gimana tentang rapat tadi, Jov? Ada merasa keberatan gak?” Thomas Jonathan dari dulu memang sangat pengertian, dalam artian, ia mau mendengar apa yang dirasakan orang lain tentang hal yang akan melibatkan banyak orang. Bukan semata-mata hanya mendapatkan uang saja.
Dengan santai, Jovanka menjawab, “Nggak kok, gue gak ada merasa keberatan.” Ucapnya sambil menyuap makanan ke dalam mulutnya.
Thomas mengangguk paham, “Oh, bagus deh. Tadi gue ngeliat muka lo agak berubah pas di sebut Bandung. Gue cuma takut lo ada masalah gitu.”
Perempuan dengan usia dua puluh delapan tahun itu sempat tertegun. Berarti selama ini air wajahnya terlalu mudah tampak, begitu pikir nya. Jovanka hanya takut air wajahnya itu dapat melukai hati seseorang, padahal ia tidak bermaksud sama sekali.
“Lagi pula kalau gue ada masalah, gak boleh gue bawa-bawa ke sini, lah. Profesional.” Jawab Jovanka diakhiri oleh kekehan kecil menandakan bahwa ia hanya bergurau saja, mencairkan suasana yang terasa canggung entah kenapa.
Seusai berdiam berdiam beberapa detik, Thomas kembali melontarkan pertanyaan. “Lo kalo ada masalah, gapapa banget cerita ke gue. Jangan pikir gue sama lo cuma sebatas manajer sama artis aja. Gue juga teman dan keluarga lo.” Ungkap Thomas dengan tulus.
Jovanka tertawa menanggapi itu. “Kok ketawa? Gue serius.” Protes Thomas dengan senyuman lebar akibat melihat tawaan Jovanka.
“Nggak apa-apa. Gue agak strange aja denger yang kaya gitu. Thank you, lho.”