?

Seraya menikmati teriknya matahari siang itu Qiya hanya bediri seorang diri menunggu ojek yang ia pesan melalui online datang. Suasana sekolah dapat terbilang sudah sepi karena jam pulang sudah berlalu cukup lama, hanya tersisa Qiya, penjaga sekolah dan beberapa siswa siswi yang mengikuti ekstrakulikuler namun tidak banyak.

Lamunnya dihancurkan dengan datangnya segerombol perempuan. Beberapa diantara nya ada yang memegang botol bekas berisikan sesuatu berwarna hitam, ada yang membawa tepung cukup banyak dan ada yang membawa lipstick ditangannya.

Sejak mereka mendekati Qiya, Qiya sudah mundur beberapa langkah untuk bersiap lari tapi dibelakangnya dihadang oleh temannya yang lain. Sampai lah Qiya yang dikepung disana.

Salah satu dari mereka maju dan mendekati Qiya, jangan lupakan dagunya yang selalu terangkat begitu tinggi nya. Ia memberikan tatapan tajam, tak suka, jijik bercampur disana. Kemudian ia berkata, “Lo Qiya si anak baru itu, kan?” tanyanya memastikan.

“Ah lama banget lo, By.” Lontar salah satu teman dibelakang Qiya seraya menumpahkan cairan hitam tadi tepat diatas kepala Qiya. Sampai-sampai Qiya sulit bernapas karena kental dan beratnya cairan tersebut.

Kemudian terdengar tawaan puas dan celaan lainnya yang kurang pantas dilontarkan anak seusianya. Qiya masih terdiam dengan gagu dan penuh tanda tanya dikepalanya, entah apa yang terjadi atau siapa kah merka, dan apa salahnya?

“Iket tangannya, Le.” Suruh perempuan bernama Gabby tersebut.

Alea dan satu teman lainnya, Daisy. Mulai mengikat tangan Qiya kebelakang dan semakin membuat ia tidak bisa bergerak sama sekali, bahkan kesempatan mengambil pasokan oksigen pun seolah tidak diperbolehkan.

Gabby mengambil ponsel genggam nya dan membuka sesuatu disana, kemudian menunjukan foto pada Qiya. Yang bisa Qiya tangkap hanya dirinya dan Reza sedang bercengkrama santai dikantin satu hari yang lalu, saat dirinya hari pertama bersekolah disana.

Sambil menarik ponselnya kembali, ia berkata “Kalo jadi cewek... Gausah kegatelan sayang.. Nanti makin keliatan kalo gak laku nya. Malu.” Tangannya mendorong dahi Qiya kasar sampai Qiya tersungkur karena tangannya tidak bisa menopang tubuhnya.

Perempuan bernama Onyx pun maju dengan tangan yang penuh tepung. Seraya membalurkannya ke wajah Qiya ia berkata, “Reza itu punya gue, cuma punya gue. Onyx.” Tekannya tanpa henti terus membalurkan tepung itu.

“Padahal kemarin udah gue warning biar gak kejadian, ngeyel sih.” Celetuk Yudia sambil memainkan rambut cantiknya.

Dengan mata yang penih air mata, Qiya berusaha membuka suaranya tak terima. “Gue berhak lakuin apapun yang gue mau.” Bantahnya dengan suara bergetar.

Onyx memberikan tatapan belah kasihnya lalu meraba wajah Qiya, mulai dari belakang telinga.. sampai ke pipi nya dan dagunya yang Onyx yang cengkram kuat-kuat hingga pipi Qiya terasa sakit luarbiasa. Jangan lupakan kuku panjangnya yang menancap sempurna di pipinya.

Dengan tatapan khas Onyx, ia berkata “Gue juga.”

Dan melempar wajah Qiya kesamping hingga Qiya yang tersungkur kini pipinya menempel pada tanah sebab sepatu cantik milik Onyx yang menginjak wajahnya. Sudah tidak ada lagi yang bisa Qiya lakukan atau ia akan mati ditangan Onyx saat ini juga.

“Ini terakhir kalinya gue warning lo deket-deket sama Reza. Kalo sampe gue liat kalian berdua barengan....” Ia semakin menekan pijakannya, “... Jangan harap lo masih bisa hidup besok.”

Onyx mengangkat kakinya, namun sebelum meninggalkan Qiya yang sudah mengenaskan sempat ia meludah yang ia sasarkan tepat ke dahi Qiya. Baru setelah itu mereka benar benar pergi. Meninggalkan Qiya yang hampir mati pula.