Bangga.
Satu malam sudah Regan lalui untuk keluar dari masa kritisnya. Ia juga berhasil kembali ke dunia, meninggalkan Yoga sendirian disana.
Ayah masih setia menunggu kesadaran anaknya, yang duduk diatas kursi disebelah ranjang tersebut. Dengan kantung mata dan perut kosongnya.
Sudah terhitung 10 jam Ayah diam tak bergerak diatas kursi. Qiya menemani bunda dikamar sebelah, bunda tiba tiba demam tinggi. Akhirnya mereka memilih untuk membagi tugas dengan Ayah menjaga Regan dan Qiya menjaga Bunda.
Dokter mengatakan bahwa Regan akan sadar dalam waktu dekat, sekarang Regan sedang mempersiapkan dirinya karena tubuhnya yang mati kembali hidup.
Perlahan tapi pasti, Regan membuka matanya. Percayalah, satu-satunya reaksi yang bisa Ayah berikan adalah senyuman bangga, sangat bangga. Kemudian saat terdengar suaranya baru Ayah menghampiri Regan.
“Ayah...” Ucapnya lirih nyaris tak terdengar ditambah masker oksigennya.
“Yaa? Ayah disini.. Regan mau apa?” Tangannya bergerak menyisir rambut Regan kebelakang, semakin memperjelas wajah tampannya ini.
“Regan mau pulang, punggung Regan sakit...”
Tiga kali anggukan lalu Ayah menjawab, “Iyaa... Regan cepet sembuh ya, biar bisa pulang. Main lagi sama Ayah, Bunda, Qiya, ya?”
Anggukan semangat dari Regan lagi-lagi membuat Ayah tersenyum bangga. Sampai beberapa menit, baik Ayah atau Rega masih belum ada yang bergerak dari tempat nya karena merasa nyaman. Sudah lupa kapan terakhir kali mereka berdekatan seperti ini.
“Maafin Regan bikin Ayah pusing ya, Yah.”
“Regan nya Ayah selalu nurut sama apa yang Ayah ilang, bahkan sebelum Ayah larang kalau Regan tau itu salah, pasti gak akan Regan lakuin.”
Dengan hembusan lemah, Regan menjawab.
“Maafin Regan...”
“Abang, kenapa?”
“Regan gagal mencari jati diri Regan lagi, Yah. Untuk yang kedua kalinya.”
Semakin ia genggam erat tangan sang Ayah yang setia menyambut genggaman manis itu.
Tangan kirinya yang diam, ia gunakan untuk mengusap lembut punggung tangan Regan. Dengan lagak sok kuat, Ayah nya mengatakan
“Gagal, tentang apa yang Regan dapat. Nggak selalu tentang yang Regan buang sia-sia. Disetiap perjuangan, tidak ada kata sia-sia.”
“Saat nanti Regan sudah berkeluarga, Regan akan rindu setiap tetes keringat itu.” Timpal Ayah.
Regan tak menjawab, hanya tangisnya semakin pecah.
“Regan..... Lo kenapa sih???”
“Bi... Jangan nangis disini lah, malu kedengeran orang.”
“BIARIN! GUE TADI UDAH AMBIL BAJU ITEM MAU NGELAYAT. TAPI DIA BALIK LAGI!”
“Ohh, jadi lo berharap gue mati aja?”
“YA NGGA LAH ANJING! PIKIR AJA DEH!”
“Re, ini semangka siapa? gue makan ya.”
“Iya Lan, makan aja.”
Setelah urusan mereka dengan sekolah Qiya selesai, Dilan dan Johan menyusul Hasbi ke rumah sakit. Jujur ia tak tau kalau tadi Regan mati suri.
Hanya Dilan dan Johan tadi sempat shock karena Hasbi mendobrak pintu kamar dan menangis kencang sambil menghampiri Regan. Sampai sekarang.
“Yaudah lah, Bi.”
“YAUDAH MATA MU?!”
“Lo berdua kalo cuma mau berantem, mending keluar sekarang!”
“Gaya bener lu, tuh mulut masih pake oksigen aja gaya bener.”
“Mulut gue pake oksigen, tapi tangan gue kuat kok buat nonjok lo.”
“Aciat ciatt, Dok! Udah sembuh nih dok, buang aja.”
“Kurang ajar.”
Tadi Hasbi gantiin lo nyanyi Bagus gak? Bagus kayanya, IG nya langsung verified