Discuss.
“Siapa sih temen lo? Kenapa juga harus ditungguin disini, lo liat jam tuh! Udah jam segini, lo diboongin kali?”
Sudah kurang lebih 3 jam mereka menunggu diruang tengah. Dilan dan Hasbi sudah tumbang dan tertidur disofa. Memang sudah terlalu akrab.
“Bisa berenti ngomel gak sih? Ini tuh penting banget, lo jangan sampe tidur!”
Regan mendelik matanya dan melanjutkan memakan telur gulung yang ia beli tadi. Dari awal memiliki niat untuk memakan telur gulung itu sambil mengerjakan skripsinya.
“Itu bukan sih?” Sahut Johan dari sofa, melihat motor yang masuk ke pekarangan rumah.
Dahinya berkerut heran, “Bi, Bi, Bi. Bangun.” Ucapnya sambil mengguncang tubuh Hasbi agar terbangun dan membantunya menebak siapa yang datang.
“Itu Gilang?” Sahut Dilan yang bangun lebih dulu.
“Nah, gue pikir juga gitu. Tapi Gilang kan?”
“Ya ketua ægar goblok.”
“Lah beneran anjrit itu Gilang!” Seru Hasbi.
Sambil memberi kekuatan dengan mengusap punggung Alfie, Gilang berusaha menceritakan cerita yang ia tau. Sementara Alfie sibuk menangis tertahan.
“Untung tadi gue ada niatan kesini, jadi ketemu Alfie dijalan dan langsung nonjok Reza.”
“Lo diem deh, gue mau denger dari orangnya langsung.” Potong Hasbi tak sabaran
Sang lawan bicara mendelik matanya kemudian menjawab, “Lo kenapa sih benci banget sama gue? Kita ada dipihak yang sama kok.” Ucapnya merasa dicela sedari tadi.
Hasbi meledek ucapan Gilang barusan dengan mencibir, “Eh! Jangan lo pikir gue gampang percaya ya sama ucapan manis lo! Lo kalo jadi gue juga pasti gak bakal percaya kan?” Jawab Hasbi dengan wajah super julidnya.
Dilan menyenggol sikut Hasbi untuk mengisyaratkan diam. Ia ingin menyimak omongan lawan bicaranya, entah jujur atau bohong. Pasti akan ada satu informasi yang ia dapatkan.
“Nih minum, udah tenang ya, Fie.” Tangan Qiya sambil memberikan segelas air hangat untuk Alfie menenangkan dirinya. Kemudian ia duduk disebelah Alfie dan ikut mengusap pungung lelaki tersebut.
Dengan rakus Alfie menghabiskan air itu dan memegang tangan Qiya begitu eratnya, “Kamu janji bakal tolongin aku kan, Qiya? Kamu udah janji kan?” Nada bicaranya seperti panik, suaranya juga bergetar ketakutan
Qiya membalas genggaman hangat itu, “Kita semua bakal bantu lo, lo tenang aja.”
“Selama lo kasih tau kita lengkapnya gimana, kita bisa dengan mudah bantu lo. Jangan takut, kita beda dari dia.” Sahut Johan yang menurut Alfie itu sangat menenangkan. Dadanya menghangat merasa dirangkul secara tidak langsung.
Gilang dan Qiya menyingkirkan tangannya ketika merasa Alfie lebih tenang. Terlihat seperti mengatur napasnya untuk bercerita yang menjadi trauma besar baginya. Namun Alfie yakin, kesempatan hari ini tidak akan datang lagi.
“Oke-oke, take a deep breath. We are here for you.” Lontar Gilang menenangkan.
Jam di dinding kamar Qiya sudah menunjukan pukul dua malam, itu artinya sudah 4 jam Alfie bercerita panjang lebar. Mulai dari awal mereka bertemu, bagaimana perlakuan Reza padanya, bagaimana Reza membuat rencana untuk korban-korban selanjutnya.
Entah sudah berapa lembar tisu yang ia habiskan untuk mengelap air mata yang jatuh. Alfie orang yang sensitif, katakan lah baperan. Hatinya sama sekali tidak bisa tersakiti sedikitpun.
“Kaya aneh gitu kalau makan berdua terus tiba-tiba bau daging busuk.”
Secara bersamaan mereka menggertakan gigi dan menutup mata ngilu. Tak pernah terbayang rasanya menjadi Alfie. Lelaki lugu yang harus hidup dengan kriminal 5 tahun lamanya, dengan iming-iming akan bahagia bersama.
“Setiap aku keluar dari apart, kecuali sekolah. Dia selalu nyiksa aku dengan banyak mainannya. Ada yang pakai ikat pinggang, pakai pecut, atau aku dibiarkan di balkon semalaman.”
“Kalau lo ngerasa gak kuat, cukup sampai situ aja. Kita semua paham.” Potong Johan mendengar suara Alfie yang perlahan seperti ringisan.
“Ngga-ngga, biarin aku untuk pertama kalinya bisa cerita sama orang. Beban yang aku tahan sendirian, biarin itu jatuh sebentar.” Tangisnya semakin pecah.
“Semenjak kejadian kak Regan kecelakaan, sama sekali aku gak boleh keluar dari apart bahkan untuk beli makan. Nerima makanpun gak boleh.” Lanjutnya.
“Tapi kak Gilang selalu ngasih makanan diem-diem, jadi gak kelaparan.” Sang pemilik nama mengangguk mengiyakan ucapan karena benar adanya.
“Sorry motong, tapi kenapa lo baik sama Alfie sementara lo tau cowoknya ngelakuin hal yang salah?”
Awalnya Gilang terdiam mendapat pertanyaan yang mendadak itu, “Gue kenal Alfie bro, gak mungkin Alfie dukung dia buat ngelakuin gini dan gue tau kalo Alfie gak bisa lakuin apa-apa. Dan kenapa gue backing Reza? Alfie yang minta.” Putusnya.
Tubuh Alfie semakin merunduk malu.
“Why tho??”
“I'm sorry for falling in love with him.“
Secara kompak lagi, semuanya mendesah pasrah.
Benar-benar jawaban yang tak pernah terduga diotak mereka. Falling in love? That's a bullshit.
Gue punya rencana
Biasanya ide lo agak gila, tapi gue bakal lakuin apapun hari ini.