Help

PLAK!

Satu lagi tamparan mendarat di pipi Alfie. Sudah terhitung yang ke tujuh kali nya ia mendapat tamparan dari pacar nya sendiri.

Ya, Begini lah Reza.

Jika kemauannya tidak dituruti akan berubah menjadi kasar bahkan tanpa pikir panjang akan melakukan kekerasan fisik kepada siapapun itu.

Lagi, dengan tangan kanan yang menggenggam ikat pinggang. Dan tangan kiri yang kosong. Ia mengangkat tangan kiri nya untuk menampar Alfie.

Meskipun tangan kiri, tetap memberikan sensasi pedas dipipi Alfie.

Alfie sudah terdiam menggigil karena tubuh nya kuyup, tadi Reza sempat menyiram Alfie dengan segelas air dingin ke tubuh nya.

PLAK!*

“LO DENGER GUE GAK?!” Bentaknya.

“Denger..”

Reza tersenyum manis, sangat manis. “Good boy.. Sekarang lo turutin kemauan gue,

Atau lo yang mati ditangan gue? Sekarang.”

Dengan susah payah, Pria berstatus kekasihnya ini menahan isakan. Dada bidangnya terasa penuh bahkan sesak. Pasokan oksigen seolah-olah tak mau masuk kedalam paru-paru.

Jari-jari cantik yang berusaha menahan getaran karena basah ditubuhnya.

Sekali lagi Alfie mencoba menjawab, “Udah t-terlalu banyak yang terluka karena aku, Ja. A-aku minta maaf, kali ini aku gak bisa...” Ucap nya dengan bibir yang gemetar.

Perlahan-lahan Reza menyamai mata Alfie, ia berlutut dan maraih pundak Alfie. Entah mengapa, Alfie merasakan ruangan itu tiba-tiba menjadi gelap, sangat gelap.

Semakin pelan gerakan Reza, semakin terasa neraka bagi Alfie.

Tangan kasarnya menyentuh wajah Alfie, sempat tersentak beberapa detik tapi ia kembali mengeratkan genggaman tangan mungilnya.

Dari dahi... perlahan-lahan turun hingga ke dagu. Reza perhatikan setiap sudut wajah milik kekasihnya tersebut. Dimatanya ia terlihat sangat cantik dengan sayatan dan darah yang keluar dari dahi yang disebabkan tangannya sendiri.

Semakin pelan gerakan Reza, dunia terasa seperti berhenti seolah tak mau berjalan dipikiran Alfie. Seperti tak mau waktu memisahkan mereka berdua.

Sampai dileher, Reza langsung mencekik keras sampai Alfie kesulitan bernapas. Pandangannya memutih secepat kilat. Yang bisa ia tatap hanya Reza yang tersenyum menyeramkan didepan mata, layaknya menunggu kematian yang akan terjadi beberapa detik kemudian.

“MAU LO YANG MATI, ATAU GUE YANG MATI SEKARANG?!”

“S-Sakit, Ja... A-aku gak bisa n-napas..”

“Deketin Qiya, atau lo mati?”

9 Tahun dirinya mengenal Reza apakah kurang untuk mengetahui tentang ucapan yang dimiliki Reza? Reza akan selalu menuruti setiap ucapannya. Seperti ucapnya beberapa detik lalu, yang berhasil membuat pikiran Alfie kosong seketika.

“Atau gue yang mati sekarang.”

Ia tatap Reza yang bangun dari duduknya juga melepas cekikan tersebut. Awalnya Alfie tidak mencurigai apapun, sampai ia mengambil pisau yang digunakan untuk memotong buah.

Ia gunakan untuk menyayat pergelangan tangan kanan dirinya sendiri. Pikiran mereka sama-sama kosong untuk beberapa detik. Sampai akhirnya Alfie menyadari bahwa...

Darah mulai keluar dari tubuh Reza.

Tanpa pikir panjang lagi, tak peduli kakinya yang teramat sakit karena diikat dengan kabel, atau tangannya yang terasa panas karena Reza celupkan kedalam rendaman air panas.

Satu-satunya pikirannya hanya bagaimana menyelamatkan Pria didepannya. Yang sangat dicintainya.

“REZA!”

Tanpa perlu menunggu lama, Reza sudah ambruk. Tepat saat Alfie menghampirinya, jatuh dipundaknya.

“Ja? Ja? Tetep sadar, Ja. Kita ke rumah sakit ya, Ja. Bangun. Jangan pingsan, tetep sadar, Ja. Ja?” Entah berapa tamparan sudah Alfie berikan, tapi tak kunjung memberikan hasil. Mata Reza tetap terpejam dengan darah disekelilingnya.

“Ja, aku mohon...”

“Somebody.. Help..”

Maafin aku, Fie. Aku ingkar janji lagi.