Jakpus-Jaksel.

Di ruangan yang kedap suara, ruangan yang memaksa mereka untuk bertemu untuk kesekian kali. Terdapat empat orang laki-laki dan satu orang perempuan dengan makanan di tangannya. Menjadi satu-satunya perempuan didalam sana tidak membuat perempuan yang akrab dipanggil Jojo itu lemah. Justru secara tidak langsung mereka menjadikan Jojo perempuan yang kuat karena berhadapan dengan empat orang dengan karakter yang berbeda-beda setiap harinya.

Posisi Jojo di “O'clock” (nama band mereka) adalah sebagai vokalis utama. Juno sebagai gitaris, Reno sebagai basis, Jairo sebagai keyboardist, dan yang terakhir Hugo sebagai drummer. Semua nama mereka berakhiran “O” maka dari itu band mereka diberi nama “O'clock.

“Cewek gue mau kesini.” Ucap Juno sebelum mematikan handphone-nya dan menaruh di sebelahnya.

Semua temannya mengenal Gabriella—kekasih Juno cukup dalam, memiliki hubungan kurang lebih dua tahun membuat mereka mau tidak mau saling mengenal.

“Serius? Kapan?” Tanya Jojo semangat. Karena kalau ada perempuan lain, biasanya mereka akan latihan dengan serius—caper.

Sambil mengutik senar gitarnya, “Udah menuju kesini, sekitar satu jam lagi sampe.” Jawabnya tanpa menatap Jojo.

Jojo mengepalkan tangannya ke udara, “YES!” lalu menyuap makanannya ke mulutnya dan berdiri di depan mikrofon. Ia berdiri dalam keadaan mulut yang penuh dengan makanan.

“Bisa telen dulu gak makanan lu?” Tanya Hugo tarik urat. Semua member sudah dalam posisi siapnya, hanya menunggu Jojo saja.

Jojo menoleh kebelakang, ke Hugo. “Mulut gue penuh juga lo bakal denger suara indah gue.” Ucapnya sambil berbalik untuk mengatur posisi mikrofonnya seraya mengunyah.

“Telen, Jo.” Tegur Reno dengan suara rendahnya.

“Jangan nyuruh gue.” Sanggah Jojo tak kalah ketus.

Latihan untuk pertunjukan kampus pun dimulai. Karena album sebelumnya berhasil mencetak rekor mereka, lagunya banyak didengar di kalangan anak muda. O'clock diundang untuk mengisi beberapa acara kampus, hanya beberapa yang diterima sebab jadwal yang bentrok dengan jadwal personil yang lain.

Sejak awal terbentuknya O'clock, mereka sudah setuju dan sepakat untuk mendiskusikan masalah apapun apalagi masalah yang menyangkut tentang band. Bukan suatu hal yang merepotkan, justru mempermudah para personil untuk mencapai mufakat dengan mudah. Walau sedikit percekcokan tak jarang terjadi.

Biasanya satu kali penampilan, O'clock akan membawakan tiga lagu atau lebih. Itulah kenapa mereka harus rutin berlatih supaya tidak kaku.

Terlalu serius berlatih sampai tidak sadar, tamu yang ditunggu-tunggu telah datang. Tak bermaksud mengganggu, namun saat melihat figur wanita cantik masuk sontak semuanya terdiam.

“Hai! Kok berhenti? Gue ganggu, ya?” Gabby menatap semua yang ada di dalam sana bergantian, “Sorry..” Tuturnya dengan suara kecil.

“GABBY!” Jojo lebih dulu menyambut Gabby dan memeluknya di bagian leher. Tak lupa Gabby membalas pelukan ramah itu dengan tepukan di punggung Jojo beberapa kali.

“Gue bawain donat, nih! Semoga suka ya.” Perempuan dengan rambut sebahu itu mengangkat plastik yang ia bawa dengan tangan kanannya. Memiliki pemahaman jika berkunjung, jangan datang dengan tangan kosong.

“Mantap… Thanks, Gab!” Sahut Jairo menyambar plastik itu dan berniat membukanya.

Juno melepas gitar yang kalungkan di lehernya, maju beberapa langkah agar dapat menatap perempuan cantiknya dengan seksama.

“Macet?” Tanya Juno sebagai basa-basi. Tangannya bergerak memijat sedikit pundak Gabby.

“Seperti Jakarta pada biasanya.”

“Ini lo dari mana? Tadi Juno ngasih tau lo satu jam perjalanan?” Ungkap Reno sambil ikut melepas bas yang ia kalungi.

Gabby mengambil kursi yang terdekat dari sana dan merilekskan otot punggungnya yang tegang sebab padatnya jalan Jakarta. Ia bukan orang yang mudah terpancing emosi, namun suara nyaring klakson membuatnya stress bukan main.

“Dari Jakpus gue. Ada bikin konten sama Windy.” Jawaban Gabby santai.

Hugo menyahut, “Gue liat-liat lo doang yang ke tempatnya si Windy? Windy gak pernah ke tempat lo?” Dengan mulut yang penuh donat.

Mendengar itu Gabby sedikit menoleh supaya dapat menatap sumber suara, “Pernah, tapi gak sering. Windy gak bisa bawa mobil jadi daripada ribet mending gue aja yang kesana.”

“Setiap hari lo bolak-balik Jakpus-Jaksel?” Pekik Jairo terkejut.

“Nggak setiap hari juga, kalo ada janji bikin konten aja. Kadang ke apart dia atau janjian ke suatu tempat.”

“Kok gak lo anter?” Tanya Reno dengan suara kecil pada Juno, karena ruangan yang kedap suara membuat Gabby ikut mendengar pertanyaan itu.

“Gue yang gak mau dianter sama Juno. Juno kan harus latihan buat event.” Reno mengangguk paham namun tetap menatap Juno sinis.

Reno memiliki pemahaman, kalau perempuan harus ia antar dan jemput dalam keadaan sadar sampai rumah. Sementara Juno, terserah perempuan itu mau bagaimana, Juno akan percaya. Keduanya memiliki arti baik, hanya pemahamannya saja yang berbeda.

“Yaudah. Yuk, mulai.”