Kado terindah.

“Udah siap?” Tanya Regan setelah memakai kemeja biru tua nya. Sambil melihat dirinya di pantulan kaca.

Tatapannya beralih kepada istrinya yang menuruni tangga dengan begitu anggunnya. Dress selutut berwarna biru tua itu membuat tubuh Debora semakin cantik dimata Regan.

Tangannya yang memegang kado berisikan baju yang ia buat tadi malam. Tak lupakan dengan kejutan lain di dalam kantong baju itu.

“Ayo.”

“Bajunya bikin sendiri?”

“Iya, cantik gak?”

“Cantikan orang nya.”


“Kak? Bang Regan belum tau kan?”

“Belum.”

Tiba-tiba datang lah bunda dengan gaun cantiknya, “Aduh anak menantu aku udah dateng, gimana kabarnya sayang? Baik-baik aja kan?” Tegur Bunda dengan sangat ramah sambil memeluk erat tubuh Debora.

Bunda terlihat sangat cantik dengan luaran warna coklat muda dan kaos bagian dalam berwarna biru tua. Sama sekali tidak ada yang bisa menebak kalau wanita ini sudah hampir sweet seventeen tiga kali. Memang bahagia membuat wajahnya tampak jauh lebih muda.

“Baik, bunda sendiri gimana? Selamat ulang tahun ya bunda sayang, maafin kadonya cuma ini dari Mas Regan sama Debora.” Sembari tangannya memberikan kotak yang ia siapkan selama tiga hari itu.

Bunda menerimanya sambil tersenyum manis perasaan terharu juga tersirat disana, “Aduh, gak usah repot-repot. Kita disini cuma makan siang bersama aja kok. Terimakasih ya.”

Hiasan rumahnya pun menjelaskan itu. Hanya ada makanan yang memenuhi meja makan tidak ada hiasan lain seperti akan adanya pesta untuk dirayakan. Inilah tradisi mereka, setiap ada yang berulang tahun akan ada acara makan bersama hanya untuk sekedar mengingat momen hari lahir saja.

Debora pun bersalaman dengan anggota keluarga lainnya, ada Ayah dan Qiya disana. Ayah sedang duduk dikursi kebangsaannya dan Qiya sedang bulak-balik dapur untuk mempersiapkan makanan yang lain

“Apa kabar, Yah?”

“Baik, papamu datang telat udah tau kan?”

“Udah, tadi malem papah kasih tau. Mau ada yang ditandatangani katanya?”

Ayah mengangguk.

“Regan mana?” Tanya ayah. Karena tidak melihat keberadaan anak sulungnya mengikuti Debora dibelakang.

Debora ikut menoleh kebelakang, “Tadi sih katanya mau angkat telpon dulu, tapi kok lama banget?” Debora ikut keheranan

“Palingan ngerokok diluar.” Sahut Qiya. Tatapan tajam dari sang ayah langsung membuat bibirnya diam seketika. Ia lupa janjinya untuk tidak bercerita pada Debora tentang hal-hal yang tidak perlu ia tau seperti tadi contohnya.

“Oh? Mas Regan merokok?” Ucap Debora keheranan sambil menduduki salah satu kursi disana.

Kini ayah dan Qiya saling tatap keheranan, “Emangnya Bang Regan gak ngerokok disana?” Tanya Qiya. Setaunya, Regan memiliki kecanduan merokok sejak masih SMA dan susah untuk dihilangkan.

“Kaya ada yang ngomongin ya.”

“Bang, lo udah gak ngerokok?” Tanya Qiya langsung.

Sambil duduk disebelah Debora, ia menjawab “Udah ngga, baru 3 bulanan lalu. Kenapa?” Ia jadi ikut heran, kenapa mereka tiba-tiba tau kalau dirinya berhenti merokok?

“Ouh.. Udah punya istri jadi begitu sekarang..”


Setelah acara makan-makan selesai akhirnya sesi pembukaan kado. Astaga, jangan bayangkan betapa gugupnya Debora sekarang. Mungkin degup jantungnya bisa didengar banyak orang sangking cepatnya.

Dimulai dari kado suaminya, Ayah memberikan sebuah kalung emas dengan liontin cantik diujungnya. Terlihat sangat berkelas jika dipakai dileher jenjang nan putih bunda. Tak lupakan dipakaikan langsung oleh ayah, beberapa orang disana terhanyut dengan moment kehangatan itu.

Kado kedua ia dapatkan dari anak bungsunya, berisikan tempat beling untuk sang ibunda taruh bumbu dapur disana. Yang namanya orang tua, akan senang apapun yang diberikan anaknya meskipun itu hanya segumpal pasir.

Hadiah ketiga diberikan dari Papah Theo! Paper bag yang diisi dengan beberapa baju santai untuk dipakainya didalam rumah. Oh iya, bunda Aira dan Papah Theo sudah kenal sejak mereka baru masuk kuliah. Apalagi dulu mereka ketua dan wakil himpunan, dapat terbilang mereka cukup dekat.

Dan hadiah terakhir.

Debora semakin gugup karena kotak pemberian nya sudah ada ditangan bunda dan siap akan dibuka sekarang juga. Tatapan Debora dan Qiya bertemu memberi isyarat kalau kejutannya sebentar lagi akan terungkap.

Moment yang sangat pas bukan? Dimana semua anggota keluarga berkumpul disatu tempat. Diruang keluarga.

Bunda membuka hadiahnya dengan wajah yang sama saat ia membuka kado yang pertama. Begitu girang dan kesenangan. Hadiah yang Debora berikan hanya dibungkus dengan kotak berbahan dus berwarna coklat dan dihias dengan tali goni diatasnya.

“Ini kamu jahit sendiri, sayang?” Tanya bunda saat membuka kotaknya. Debora mengangguk mengiyakan ucapan barusan.

Regan yang berada disebelahnya hanya menatap bundanya dengan tatapan yang turut bahagia tanpa ada kecurigaan sedikit pun.

“Bagus.” Gumam Regan tanpa sadar yang dapat Debora dengar dengan jelas.

Sambil tersenyum malu, Debora menjawab “Makasih, hehe.”

Karena tinggi badan yang dapat terbilang jauh, Regan harus sedikit menunduk agar bisa menatap pujaan hatinya. Ia menoleh dan tersenyum bangga pada Debora. Hatinya menghangat seketika.

Suasana hening mengambil atensi dua insan ini untuk kembali menatap kedepan. Dapat mereka lihat bunda dan beberapa orang disana keheranan ada apa disana. Tatapan bunda yang heran namun senyuman lebar berada dibibir indahnya. Tangan cantik yang memegang beberapa hasil USG dan ada tiga testpack yang bergaris dua.

“Ini? Debora?”

“Selamat menjadi oma!” Serunya.

“BANG! LO NGAPAIN SAMPE GUE JADI AUNTY GINI?” Tangis Qiya yang lebih dulu pecah.

Regan menatap bunda dan ayah yang sedang berpelukan haru, juga Debora yang sedang dipeluk sang papah. Masih mencerna apa yag yang terjadi didepan matanya, lutut nya pun terasa lemas seketika.

Sampai ia merasakan pinggangnya yang dirangkul hangat, juga harum yang ia kenal sangat menempel dibajunya. Ia tatap wanita yang menjadi bagian dari hidupnya itu, seolah bertanya ada apa.

“Selamat menjadi ayah, tuan Regan Gazham.”

Baru lah, untuk pertama kalinya setelah sekian lama. Air mata itu kembali ada.