Kebiasaan.

Setelah menerima pesan teks itu, dengan gesit langsung perempuan berambut bergelombang yang diikat kuda itu berlari sekuat tenaga dari kelasnya menuju kantin yang berjarak tak terlalu jauh. Namun jika berlari, sangat terasa lelahnya. Akan tetapi rasa panik yang menyelimutinya lebih mendominasi hingga membuatnya lupa akan rasa lelah yang ia rasa.

Namanya Angkasa. Temannya sejak dirinya menginjak kelas dua sekolah dasar, karena dituntut pekerjaan sang ayah yang mengharuskan seorang Bintang untuk berpindah sekolah mengikuti keluarga yang ia cintai dengan amat sangat. Pada saat itu, Angkasa adalah teman pertama yang ia kenal dan yang ia cepat akrab karena kepribadian Angkasa yang menyenangkan juga tak membandingkan, ia orang yang sangat baik.

Yang tidak Bintang ketahui adalah, Angkasa memiliki kemampuan yang tidak dimiliki pada manusia pada wajarnya. Ia dapat melihat makhluk lain yang bukan sejenis kita. Orang biasanya dengan Indigo. Berkenalan diwaktu yang tidak sebentar membuat Bintang mau tidak mau terbiasa dengan Angkasa yang terkadang berbicara entah dengan siapa. Angkasa juga ikut terkejut ketika ia berbicara dengan teman nya, tapi Bintang tak takut atau menjauh. Disitu lah mulai persahabatan yang mereka jalin hingga kini kelas dua belas.

Bintang tidak merasa itu suatu hal yang menjadi alasannya untuk kehilangan teman semenyenangkan Angkasa.

Sampailah Bintang ditempat yang ia kenal betul tempatnya, kantin. Dapat ia tangkap beberapa orang memandang Angkasa ketakutan juga tak sedikit dari mereka yang menatap Angkasa jijik entah dengan alasan apa. Buru-buru ia duduk disamping lelaki tersebut, dan menepuk pipinya perlahan namun dapat dirasakan sensasi pedas setiap tepukannya.

“Sa? Halo?” Lirikannya bergerak perlahan menatap perempuan di depannya. Bibir pucat itu terbuka untuk menyampaikan sepatah kata, namun yang dapat Bintang dengar hanya sebuah hembusan nafas

“Iya? Kenapa?” Ulangnya, sambil kembali mendekatkan telinganya ke bibir Angkasa.

Kali ini dapat ia dengar bahwa ia berkata, “Jahat.” begitu ujarnya yang Bintang dengar. Kemudian Angkasa kembali tertunduk dan tatapan kosongnya kembali menemani wajah tampan milik Angkasa.

Bintang menebarkan pandangannya kepada teman-teman yang sedari tadi bersama Angkasa untuk bertanya ada apa, tapi dengan kompak mereka menjawab tidak tahu ada apa sebenarnya. Membuatnya ikut terheran padahal biasanya Angkasa mudah untuk mengontrol pikirannya agar tak mudah untuk digunakan sebagai medianya berbicara.

Tiba-tiba Angkasa merangkul Bintang dan berbisik dengan suara yang bukan milik Angkasa, “Anak tampan ini.. Punya saya..” Jari telunjuknya menunjuk dadanya sendiri dan menekannya sebanyak tiga kali, meminta validasi bahwa ucapannya benar

Beberapa dari mereka terkejut mendengarnya, cepat-cepat menghampiri temannya dan ikut menepuk pipi pria yang sedang menjadi media dan melepas rangkulan lembut miliknya. Lamun genggaman erat dari tangan kiri Angkasa membuat Bintang mengisyaratkan pada mereka untuk berhenti menyadarkan Angkasa secara paksa. Bintang bisa merasakan Angkasa sedang berusaha disana. Sambil mengguncang keras pundak sahabat nya. Takut jiwanya ikut terbawa, siapa yang tahu?

Yang membuat semuanya bernapas lega adalah, Angkasa memasang wajah kebingungan yang menjadi ciri khasnya, semuanya langsung dapat menebak kali ini adalah benar-benar dirinya. Satu persatu kembali duduk di posisi sebelumnya, sambil tertawa canggung karena masih sedikit ketakutan, kejadian tadi masih suatu hal yang asing dimata mereka.

Bintang dan Angkasa saling bertukar padangan, sampai bibir Angkasa bergerak mengatakan, “Nenek-nenek, Bin.” Bintang mengangguk membenarkan ucapan itu, karena dari nada bicaranya saat berbicara tadi sangat menjelaskan bahwa itu adalah orang tua. Lelaki berambut hitam pendek ikut tertawa canggung, entah rasanya seperti kembali dari dunia lain.

“Lo kenapa sih?” Tanya salah satu temannya yang masih merasa ketakutan, terdengar dari suaranya yang lantang namun bergetar.

Lawan bicaranya mengusap dahi penuh keringat miliknya, dan menjawab, “Abis deep talk” Ucapnya begitu santai.

“Gue balik ya? Belum ngerjain tugas.” Bintang bangun dari duduk nya dan berpamitan satu-persatu dari mereka. Tak semuanya ia kenal, hanya saling tahu tentang nama masing-masing saja.

“Siap, makasih ya, Bin! Sorry ngerepotin lo.” Ujar teman Angkasa yang bernama Lionel, yang memberinya pesan teks tadi.

Sambil merapikan seragam bajunya, ia menatap Lionel sekilas dan menepuk pundak Angkasa, “Jangan dibiarin bengong ya anaknya, gue mau ulangan gak bisa diganggu.” Matanya menatap setiap pasang mata yang ada di meja itu. Serempak mereka mengangguk patuh.

“Lo kaya ngelepas anaknya mau sekolah pertama kali tau, gak?”

“Berisik, pikirin deh lo baru aja mau dibawa nenek-nenek.”