Prologue; Marissa.
Nama gue Marissa Anandara, biasa dipanggil Chacha atau Acha aja cukup. Gue adalah anak bungsu dari lima bersaudara, dan satu-satunya perempuan. Bukan karena bokap nyokap pengen banget anak perempuan, tapi kalau mau dijelasin secara gamblang gue adalah ”Anak kebobolan”. Itu lah kenapa gue berjarak dua belas tahun sama kakak gue yang terakhir.
Gue selalu gak suka ketika ada yang melontarkan pertanyaan, ”Lo pasti di treat like a queen kan sama kakak-kakak lo?”. Karena nyatanya nggak sama sekali, jarak umur terlalu jauh jadi gue gak begitu akrab sama mereka. Hubungan gue sama bokap nyokap juga nggak sedeket mereka sama kakak-kakak gue, mungkin karena mereka udah terlalu tua. Bahkan gue punya keponakan yang seumuran sama gue.
Sejak umur dua belas tahun, tepatnya sejak gue masuk SMP. Gue tau gue bakal jadi anak yang kesepian, maka dari itu gue menyibukkan diri dengan ikut lomba ini itu.
Lomba sana-sini, menang juara ini-itu bikin nama gue cukup harum di sekolah. Gue dikenal dengan kemampuan menghafal dan menghitung dengan cepat. Itu karunia mungkin, gue adalah orang yang sangat mengandalkan keberuntungan.
Karena itu lah gue dipertemukan dengan manusia ini. Manusia yang rambutnya lebat luar biasa, dan kemampuan otak yang bukan sebuah tandingan.
Namanya Jodie, gue kurang tau nama panjangnya. Yang gue tau dia dipanggil “J”. Gue sama Jodie selalu ada di ruangan yang sama, entah ruang BK, ruang Kepala Sekolah, Lab, bahkan kelas. Kita gak sedeket itu, gue tau kalo nama dia Jodie dan dia tau kalo nama gue Marissa.
Mungkin jodoh? Gue sama Jodie udah satu sekolah dari kelas 4 SD. Dia pindahan dari Jogja di tengah-tengah semester.
Oh iya, bokap nyokap gue bangga banget sama Jodie ngelebihin bangganya sama gue. Kalau mereka tau gue menang lomba, mereka juga bakal nanya Jodie menang atau nggak. Bukannya itu suatu hal yang wajar untuk gue ngerasa iri? Gue gak pernah dapet kata-kata yang bikin gue merasa bangga atas diri sendiri.
Kalau ditanya soal cita-cita, gue gak pernah jawab dengan yakin apa cita-cita gue. Tapi jawabannya selalu, “Juragan kontrakan.”. Iya, itu cuma bercanda.
Selama ini gue hidup tanpa ada tujuan.
Chacha, 2022.