Tentang Angkasa.
Nama gue Bintang Calista Pamungkas. Biasanya orang-orang manggil gue dengan panggilan “Bintang” atau sekedar “Bin” aja cukup. Pamungkas diambil dari nama belakang bokap, tapi bukan marga, katanya biar keren aja punya nama belakang yang sama satu keluarga. Alhasil terlahir lah gue dan kakak gue dengan nama itu. Bukan bilang nama itu aneh, kadang nama “Pamungkas” dinama perempuan tuh agak kurang aja. Makanya orang-orang yang kenal pertama kali itu sempet kaget.
Gue bukan perempuan yang nakal, hanya menikmati masa muda aja bareng sahabat-sahabat gue. Kata kakak gue, Kak Keenan, “Setiap langkah itu ada maknanya.”
Salah satunya Angkasa. Angkasa adalah temen gue dari kami masih kecil, karena bertetangga dan orang tua kami menjalin hubungan yang cukup dekat menjadikan kami untuk berkomunikasi dan menjadi dekat satu dengan yang lainnya. Mungkin aneh, tapi Angkasa Bratadikara ini memiliki kemampuan yang tidak dimiliki seperti manusia pada umumnya. Bukan bisa mengutuk atau semacamnya, dia cuma bisa melihat yang seharusnya tidak bisa kita lihat. Jujur pertama kali tau soal itu gue jadi sedikit menjaga jarak sama Angkasa, tapi akhirnya deket lagi karena dia bilang kalau dia gak akan ngomong macem-macem semisal dia liat sesuatu.
Angkasa orang yang cerdas dibidang akademik. Nilai sejarah nya selalu diatas rata-rata dan bisa hapal setiap kata perkata. Emang kadang agak sengklek kalau lagi ngobrol biasa, tapi kalau disekolah gausah ditanya seberapa pinter nya. Guru-guru disana juga kaget ternyata Angkasa tuh pinter, kirain bakal jadi murid yang modelan ngelawan guru terus. Ya sering sih, tapi gak sesering yang diekspetasikan.
Coba tanya murid di sekolah, ada gak yang gak kenal Angkasa? Pasti jawabannya nggak.
Angkasa atau yang biasa gue panggil “Asa” ini emang terkenal dengan kesomplakannya dan sebagai manusia yang mudah bergaul. Benar-benar segampang itu untuk Angkasa membuka obrolan tanpa melihat siapa orangnya, entah adik kelas, kakak kelas, teman satu angkatan, bahkan guru sekalipun.
Author POV
Jam yang melingkar ditangan kecil itu sudah menunjukan pukul enam lewat lima belas menit yang mengartikan bahwa ia sudah terlambat akan berangkat kesekolah. Ia berlari keluar rumah, tangannya seraya membereskan lipatan baju yang belum masuk sempurna kedalam bajunya, merasa untuk membetulkan baju saja sudah tak ada waktu lagi. Untung saja tidak ada orang dirumah jadi ia tak perlu bersalaman yang akan memakan waktunya lebih banyak lagi
Saat membuka pintu utama langsung disambut dengan Angkasa terduduk dimotor gagahnya. Motor berwarna hitam doff juga aroma maskulin yang langsung menyambut indra penciuman gadis berumur tujuh belas tahun itu.
“Parfum lo norak deh, Sa!” Maki perempuan itu sambil menyigai motor milik Angkasa.
Sambil tersenyum sombong, Angkasa menjawab dengan nada bercanda, “Enak aja lo! Gue beli mahal nih parfum.” Ucapnya seraya mulai menyalan motor dan mulai terdengar deru bising dari mesin.
“Beli dimana emangnya? Kaya punya uang aja.”
Angkasa menoleh kebelakang, “Lo ngeremehin gue? Emang yang biasanya jajanin lo dikantin, siapa?”
“Siapa? Liona?”
“Iya lah. Masa gue?”
Ya begitu lah Angkasa.