matematiqa

Datang.

Keesokan harinya, Qiya benar datang ke ruangan bu Tiara sesuai pesan yang Reza sampaikan tadi malam. Dalam pikirannya hanya ada memikirkan alasan yang masuk akal untuk dirinya dipanggil kesini.

Ia ketuk pintu itu sebanyak 3x, dan keluarlah seseorang dengan rambut sebahu menyapa nya dengan wajah datar dan kurang mengenakan. Qiya berusaha memberikan kesan pertama yang baik dengan tersenyum manis dan sedikit membungkuk kan tubuh nya 45 derajat.

“Kemarin saya menerima panggilan dari bu Tiara, apakah bener ini ruangannya?” Tanya Qiya tanpa melunturkan senyumannya

“Iya dengan saya sendiri, kamu Qiya ya?”

“Bener bu, saya Qiya.”

“Ohh, silahkan masuk.” Kemudian bu Tiara memimpin jalan dan duduk dimeja kerja nya.

Qiya mengikutinya dan berdiri didepan meja guru itu, mengikuti setiap gerakan yang bu Tiara ciptakan. Mulai dari mengambil selembar kertas, membuka satu pulpen, menandatangani kertas tersebut, kemudian memberikan kertas tersebut pada Qiya.

“Kamu isi data mu dulu.”

Sesuai instruksi, Qiya mulai mengisi kertas itu dengan pertanyaan yang tertera disana. Mulai dari nama lenkap, tempat tanggal lahir, dan pertanyaan pribadi lainnya. Namun ia isi dengan santai dan mudahnya saja.

“Kamu kenapa pindah dari sekolah lama? Karena jelek? Malu sama temen yang lain? Ngga ngaruh.. disini juga kamu keliatan jelek.” Tuding nya sambil memakan bakso yang sempat ia jeda tadi.

Sempat beberapa saat Qiya bingung harus merespon bagaimana, tudingan yang gurunya lontarkan barusan cukup membuat hati nya terluka. Tidak menyangka juga bahwa guru juga bisa berbicara tidak sopan pada murid nya sendiri, yang dimana seharusnya guru menjadi panutan bagi setiap warga yang ada di sekolah.

Tapi dengan tenang dan sopan Qiya menjawab, “Bukan karena itu kok bu.. Saya baru pindah rumah aja, jadi milih sekolah yang deket biar ngga repot..”

Guru itu menganggukan kepalanya paham namun raut wajahnya menjelaskan kalau sebenarnya ia tak peduli dengan apa yang Qiya katakan barusan.

“Tapi kalo kamu ngga betah disini karena minder atau gimana, pindah aja. Murid-murid disini pinter semua soalnya. Siapa tau... Kamu minder gitu...”

“Hehehe... Kalo itu liat nanti aja bu..”

![] (https://i.imgur.com/5AHRZRG.jpg)

Selamat datang!

Satu persatu keluar dari mobil yang dikendarai untuk masuk kedalam kafe. Sudah ada di kembar 5 yang menunggu kehadiran mereka.

Dengan senyum yang sangat ramah juga aura yang membawa energi positif, Agam orang pertama yang menjabat tangan Xora sambil berkata, “Panggil aja Agam.”

“Kenalin, ini Azam, Abam, Adam.” Ucapnya menunjuk satu-persatu kembaran nya, kemudian sedikit membungkuk dan ikut menjabat tangan Xora.

“Nama kalian mirip-mirip ya, takut ketuker.” Gurau Xora.

Datang lah Okta dengan beberapa cangkir kopi diatas nampan yang ia bawa.

“Nih, diminum ya..?” Tegur Okta agak ragu, karena lupa bahwa disini tidak semuanya menggunakan bahasa Indonesia.

“Makasih ya, cantik. Tenang aja, orang depok kok.” Sanggah Adam dengan cepat.

Seketika wajah Okta berubah menjadi bersemangat. Jika kalian sadari, kalau bertemu orang yang dari tempat yang sama, akan tercipta chemistry dengan sendiri nya.

“Jadi kedatangan kita kesini, mau ngelamar kerja. Apa boleh?” Ucap Azam to the point

Ucapannya mendapat senggolan lengan sebagai teguran dari Agam. Menandakan bahwa harus mengontrol ucapannya disini.

Xora terkekeh kecil, “Boleh dong! Tapi... Gaji nya gak terlalu besar, karena memang masih kafe kecil. Gimana?” Kemudian mengesap kopinya

Sementara Xora melihat si kembar 5 itu saling tatap, kemudian menatap Xora kembali dan mengangguk setuju.

“Setuju? Oke, besok udah boleh kerja kok.”

Tatapan mereka semakin heran, “Besok?!” Ucap mereka bersamaan.

“Ya gapapa misalkan mau siapin mental dulu, atau ritual lain? Gue sih santai aja orangnya, kembaran kembaran gue juga begitu. Pokoknya secepatnya ya? Kalo lama nanti gue kasih orang.”

“Bener tuh, gimana?” Timpal Okta.

“3 hari sih kayanya bro, ada yang perlu diurus juga soalnya.”

“Okay, gue tunggu ya.”

![] (https://i.imgur.com/BuZ8UQq.jpg)

“Lepasin aja, ya?”

Dihempaskannya asap rokok yang ia tahan didalam mulut nya. Seraya menunggu kembarannya yang sedari mengatakan bahwa akan ikut untuk merokok bersama nya.

Suatu hal yang biasa di keluarga mereka, karena sesama pria dan sudah dewasa. Tau batasan masing-masing dan terlalu sibuk untuk mengurusi hidup orang.

Baik disadari atau tidak, itu pasti akan terjadi.

Yang ditunggu pun datang dengan dua gelas kopi ditangannya. Ia duduk dan menaruh kopi tersebut diatas meja, kemudian meraih bungkus rokok kembarannya dan menyalakannya.

“Lo kenapa sih?” Tanya Xora dengan asap yang keluar dari mulutnya

“Gue laper.” Jawabnya acuh.

Xora hanya memutar matanya tak peduli, berusaha menghargai lawan bicara nya. Mungkin ia memang tidak mau bercerita, ia hanya bisa menerima saja.

Keduanya hanya diam untuk sesaat, dinikmatinya hembusan angin malam yang menerpa wajah. Bintang-bintang yang bertaburan menghiasi indahnya gelap. Hanya diam tanpa rasa canggung, hanya ada suara deru napas panjang.

Akhirnya Xora membuka topik pembicaraan, “Gimana? Lo sama cewek lo?”

Setau Xora, Heksa memang memiliki seorang kekasih sejak beberapa tahun belakangan ini. Namun memang sejak sekitar 2 bulan ini hubungan mereka diambang kehancuran.

Disebabkan karena pindah nya Heksa ke Kanada. Sang kekasih tak mampu menjalani hubungan jarak jauh, namun Heksa terlalu jatuh cinta pada wanita itu hingga menahan kuat-kuat wanitanya.

Xora adalah satu-satunya orang yang mengetahui tentang maju dan mundur nya hubungan Heksa. Karena kekasih Heksa adalah teman dekat dari Xora, jadi dapat dibilang ia mengetahuinya dengan baik.

“Masih berantem?” Tebak Xora, Heksa hanya diam dan menundukan kepalanya

“Apa gue lepasin aja ya, Ra?”

Xora menatap dalam-dalam tatapan yang diberikan oleh Heksa. Tatapan sedih, kecewa, marah, juga tak rela terpampang jelas disana. Air matanya tak bisa berbohong.

Tanpa sadar, ia menaruh tangannya dipundak Heksa dan mengusapnya perlahan. Kemudian berkata, “Pikirin pelan-pelan. Santai aja, gue yakin Chika bakal nunggu lo.”

“No... Dia gak bakal nunggu gue.” Sanggah Heksa dengan suara bergetar.

Hal terjarang yang pernah dunia lihat adalah sisi lemah dari manusia langka ini. Hanya Xora lah satu-satunya manusia kepercayaan nya.

“Dia selingkuh?” Jawab Xora dengan santai sembari membuka bungkus rokoknya yang kedua kalinya.

Hembusan napas keras terdengar dari mulut Heksa. Berusaha membuang semua pikiran berantakan nya melalui hembusan napas tersebut.

“Yaudah lah, cari aja yang baru. Disini bule semua, lumayan buat perbaiki keturunan lo.

Tapi gak nutup kemudian kalo lo malah merusak keturunan dia. “ Canda Xora yang dihadiahi pukulan keras dilengannya oleh Heksa.

“Bangsat, lo!” Makinya sambil terkekeh pelan .

“Udah lah Heksaa~ lo jarang cinta-cintaan tapi sekalinya cinta kaya orang mau mati besok kalo gak ada itu orang. Hidup itu berjalan bukan buat itu, Sa. Moving on~ gue tau sih bakal berat banget. Tapi inget aja, akan ada selalu hari pertama. Jadi anggap besok, adalah hari pertama lo.”

“Lo yakin gue bisa?”

“Kenapa gak bisa?”

“Gue cinta banget sama Chika, Ra.”

“Chika aja gak cinta sama lo.”

tanam saham?

setelah satu harian penuh mereka beristirahat dan berkeliling rumahnya. akhirnya mereka berkumpul diruang tengah, ruang keluarga.

hanya bersantai sampai berbincang ringan. ditemani beberapa gelas minuman bersoda dan beberapa gelas wine disana, al dan mahen sudah biasa meminum hal yang seperti itu. mereka sudah dewasa untuk tau batasan privasi kembaranya.

“okta, lo kok bau tengik si?” ujar xora tiba-tiba.

okta mencium baju nya dan menatap xora tak terima, “bangsat, kurang ajar lo.” seraya melayangkan satu tangannya

“gue kepikiran untuk usaha kecil-kecilan gitu deh, biar kita gak mati kutu disini.” sahut al.

“mau usaha apaan? telor gulung?” sepertinya tak perlu diberitahu kalian akan tau, tentu saja heksa.

“kenapa gak cireng?” tambah okta.

“rencananya gue mau usaha coffeshop gitu, gimana? kayanya bakal banyak peminat nya soalnya disini kan orang sibuk semua.” ucap al sambil menatap ke-4 bagian nya dengan penuh harap dan antusias penuh.

cukup lama mereka menimbang keputusan al, tapi tak ada salah nya mencoba. walau belum punya pengalaman bermain didunia bisnis, tapi mereka harus melangkah kali ini.

selama ini uang yang mereka dapatkan hasil dari menang taruhan atau balapan liar saja. memang hasilnya besar, besar sekali. ini lah hasil mereka menabung selama ini, Amerika bagian utara yang mereka pijak sekarang.

“pertama kita cari tempat dulu, beli alat-alat nya, beli peralatan yang lainnya, bikin logo atau spanduk nya, terus baru kita cari marketing nya.” tambah al dengan wajah serius nya

“gue setuju sih, tapi kita kurang tenaga kerja nya kayanya. coffeshop gak semata-mata bikin kopi doang kan? pasti akan ada cleaning service nya.” ujar heksa dengan serius.

tenang, heksa tau kapan harus serius dan kapan akan bercanda. ia hanya tidak suka suasana canggung. tapi kali ini, mereka sedang membahas bagaimana mereka hidup kedepannya.

“masalah gitu gampang, kita ada berlima. bisa dipake semuanya.” timpal okta.

“menurut kalian berdua gimana?” tanya al pada mahen dan xora yang sedari tadi hanya diam saja.

mahen menatap xora yang melamun menatap meja, kemudian sedikit mengguncang pundak kembarannya. “kenapa lo?” tanya mahen

“gue lagi halu, kalo misalkan ini pecah telor terus ada satu perusahaan yang narik kita buat dijadiin label. kita bakalan tajir melintir ngalahin ayah.” ungkap xora dengan tatapan kosongnya, kemudian menatap keempat kembaranya.

“ayah masih peduli gak sih sama kita? kecuali okta maksudnya. kita.”

atmosfer ruangan itu berubah menjadi sendu. okta tau betul bagaimana hubungan saudaranya dengan ayah kandung nya. memang terbilang tidak terlalu baik, karena sejak dulu okta yang diistimewakan. dan yang lainnya merasa tidak dipeduliakan.

itulah kenapa terbentuknya mereka yang pembangkang dan protektif terhadap okta. mereka merasa harus balas dendam pada ayahnya sendiri.

“ngomong apa sih, lo?” sanggah mahen, padahal ia sendiri menahan air matanya.

“kalo misalkan itu terjadi, dan memang harus terjadi. gue bakal pulang dan lemparin duit ke mukanya.” dalih heksa dengan wajah serius dan tatapan ambisius miliknya.

“OKE BESTIE! jadi kapan kita mulai?”

ydudududu