Semangkuk mie ayam
Setelah mengelilingi kota untuk waktu yang cukup lama, Qiya mengajak Januar untuk makan disalah satu pendagang pinggir jalan.
Dengan sedikit bercengkrama seraya menyuap mie ayam yang mereka genggam mangkuknya.
“Gimana kakak lo, Qi?” Tanya Januar saat mereka sama-sama diam untuk beberapa detik.
“Udah pulang dari rumah sakit sih, Ar. Baru aja kemarin pulang, tapi emang kata dokter masih butuh bedrest untuk beberapa hari, makanya bolos kuliah nya lumayan juga.” Jawab Qiya dengan nada bercanda.
“Emang kecelakaan nya separah itu? Sampe koma 3 minggu?”
Qiya terdiam sesaat, bahkan mulutnya yang mengunyah ikut diam.
“Eh? Sorry kayanya gue kelewatan.”
Qiya hanya tertawa canggung sambil melanjutkan makannya dengan suasana yang tiba tiba kurang mengenakan untuk keduanya.
“Apa sih yang lo tau tentang orang yang hampir bunuh kakak lo? Kok kedengerannya lo yakin banget sama itu orang?”
Sebelum ia bercerita, satu tarikan napas Qiya ambil dan menghembuskan nya kasar.
“Gue tuh kenal banget sama Reza, Ar. Kami temenan dari umur masih 3 tahun, ya emang gak sedeket itu sih. Tapi gue yakin kalo Reza itu orang yang baik. Dulu.”
“Dan? Apa yang lo tau tentang kembaran dan seksual orientasi nya?”
Qiya menggeleng lemah, “Ngga Ar. Sama sekali gue gak tau apa-apa tentang kembarannya dan seksual orientasi nya, makanya gue shock berat pas Alfie cerita itu.”
“Alfie pacarnya?” Sang lawan bicara mengangguk
“Kok lo bisa kenal sama Alfie?”
Qiya berusaha menahan tangisnya mengingat masa awal ia bersekolah disana, trauma yang cukup menyakitkan untuk perempuan satu ini.
“Dulu, dia yang bantuin gue pas gue dibully. Dia juga yang berusaha hibur gue biar gak sedih terus. Dimana ada Alfie, pasti ada Reza disana.”
Giliran Januar yang mengangguk paham, merasa apakah sudah terlewat batas ia bertanya?
“Niat lo kedepannya apa sih, buat Reza? Kill him, maybe?“
“I think so, tapi kalo gue bunuh? Beda nya gue sama dia apa?”
“So? What you gonna do?”
“I don't know.. Kita liat aja nanti, gue gak bakal lepas dia gitu aja.”
“Wow.. I see so many plan on your head.”
“Let see, rencana mana yang bakal gue lakuin.”
Gotcha.