Latihan
Juno yang telah hafal password apartemen sejoli nya masuk tanpa permisi, sang pemilik rumah pun tak masalah dengan itu.
“Gigi belum dateng?” Kalimat pertama setelah keheningan cukup lama. Gigi adalah salah satu personil band mereka, posisinya adalah vokalis.
Julian menoleh singkat, “Udah, lagi beli pembalut.” Gigi perempuan satu-satunya di band itu, dan satu-satunya yang banyak bicara. Bagi Julian dan Juno yang irit bicara untuk pertama-tama Gigi memang mengganggu, namun hanya satu orang yang bisa mempererat hubungan mereka yaitu Gigi.
Tiga serangkai itu telah bersama sejak menduduki bangku SMA, hingga kini telah menginjak kepala dua, lima tahun yang lalu.
Tak lama suara pintu terbuka kembali terdengar, tanpa menoleh mereka sudah tahu siapa yang datang dari betapa heboh pergerakannya. Ia hanya memberi tahu Julian bahwa ia akan membeli pembalut, entah mengapa ia membawa begitu banyak kantong plastik di tangannya.
“HAI, JUNO!”
Tidak ada balasan untuk sapaan itu, Gigi sudah terbiasa. Ia menaruh plastik-plastik itu diatas meja dapur dan mengeluarkan semuanya satu persatu. Julian dan Juno sibuk dengan peralatan mereka masing-masing.
“Jul! Gue masak.” Mungkin maksud Gigi meminta izin, tapi memberi kesan pernyataan itu hanya sebuah informasi.
Akhirnya Julian menoleh, “Emang bisa?”
“Bisa, lah! Di rumah kalo bukan gue yang masak, keluarga gue mati kelaparan sekarang.” Ungkapnya. Julian hanya mengangguk beberapa kali dan kembali pada alat-alatnya.
Seraya memotong beberapa bahan masakan, ia melontarkan pertanyaan, “Cewek lo gak kesini, Jun?” Tanyanya tanpa mengalihkan fokusnya.
“Nggak, Gabby mau bikin konten sama temennya.” Juno berkata seadanya, karena begitu adanya.
“Ih! Curang, anjir! Gue gak pernah diajak bikin konten, padahal kalo diajak kan gue bisa pansos.”
Julian terkekeh, “Minimal cakep dulu, Bu Brigita.”
Gigi menatap Julian dengan mata yang lebar, ia tunjuk Julian menggunakan pisau yang ia pegang. “Lo melanggar banyak peraturan. Lo ngeledek gue gak cakep dan lo manggil nama gue.”
“Cuma dua.” Sahut Juno.
“Dua banyak, anjir!”
“Lo masih lama masaknya? Kita duluan ya.” Julian dan Juno bangun dari duduknya, mengambil posisi formasi biasanya.
“Pengalihan topik.” Bisik Gigi sambil berjalan menghentakkan kakinya dan ikut masuk formasi.
Saat ini mereka sedang berlatih untuk album pertama mereka. Mulai dari instrumen, nada, lirik, dibuat dari personilnya sendiri. Gigi yang mengulik nada, Julian mengulik instrumen, dan Juno membuat lirik. Tidak semudah itu, untuk mendapatkan ekspektasi masing-masing mereka juga harus berlatih berkali-kali sampai akhirnya rekaman.
Seusai latihan dan perdebatan, mereka akan bersantai sesukanya di rumah Julian. Jarang sekali memilih untuk pulang karena akan sulit jika mendapat ide secara tiba-tiba dan jauh dari alat musik.
“Kata Gabby, dia mau balikin novelnya secara langsung aja.” Ucap Juno seraya mengisap rokok di jarinya.
Gigi mengangguk, “Santai, gue lagi gak baca novel itu sih.” Jawabnya sebelum menyesap kopi yang telah ia seduh beberapa menit lalu.
Ia taruh cangkir kopi itu di atas meja, “Gue baru tau cewek lo suka baca novel, sejak kapan? Bisa jadi gue sama dia satu frekuensi.” Tambah Gigi.
“Dia ketemu Gabby di toko buku.” Sahut Julian tak acuh, tangannya sibuk dengan ponselnya.
Gigi menoleh kaget, “Serius? Kok gak pernah cerita sama gue!?”
“Buat apa?” Tanya Juno balik. Pertanyaan itu membuat Gigi kembali bersandar di sofa.
Sambil bersandiwara seolah paling tersakiti, “Gue kira lo inget gue suka banget baca, Jun. ,Thank you udah ngasih tau gue kalo hubungan kita gak se-spesial yang gue kira.” Begitu ucapnya, suaranya perlahan mengecil mendalami karakter.
Juno sedikit tertawa, “You're welcome.“
“Argh!” Gigi melanjutkan sandiwaranya, kini ia berpura-pura seolah-olah sesuatu menancap dadanya. Julian tertawa melihat tingkah Gigi.
Kini ia duduk bersila di sofa dan menatap Juno berbinar, “Sekarang ceritain dong kok Gabby bisa mau sama lo?”
Juno di sebelahnya menatap sekilas, “Kaya di film-film, gue ngebantu ambilin Gabby buku di rak yang lumayan tinggi.” Gigi memasang ekspresi terkejut—menutup mulutnya
Julian tertawa lumayan keras, “Lo yang caper? Serius?” Bahkan Julian sahabat lelakinya saja tidak tahu kisah percintaan Juno.
“Gue gak caper, gue cuma ambilin dia buku, pas gue duduk buat baca dia ngikutin dan minta nomor gue.”
“TERUS LO KASIH? GAK MUNGKIN.”
Juno tersenyum tipis, merasa senang Gigi cukup mengenalnya. “Emang nggak, gue kasih nomor Kakak gue.”
“KOK BISA DAPET NOMOR LO?”
Juno berusaha mengingat kembali masa itu, “Dia mutualan sama kakak gue di instagram. Dia dapet instagram gue dari following Kak Jo dan chatting gue di DM.”
“BRILLIANT!” Nilai Gigi.
Sejak awal bertemu, Juno dapat menilai Gabby orang yang pantang menyerah itu adalah satu-satunya standar Juno. Setelah masa pendekatan selama tiga bulan lamanya, dengan mantap Juno menyatakan perasaannya.
Kini hubungan mereka sudah berjalan satu tahun setengah.
“Bisa-bisanya gue baru tau hari ini.”
“Gue malah berencana untuk gak ngasih tau siapapun tentang Gabby, tapi Gabby salah akun waktu quote retweet tweet gue waktu itu.”
“Ya, sama kaya gue sih. Gue putus sama Leon gara-gara gue salah akun.”
“Itu mah emang lo nya aja yang brengsek.”
“Lo mau gue lempar dari balkon, Jul?”